Serang - Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi Banten akhirnya meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat segera menarik stiker media sosialisasi lembaga itu. Pasalnya, berdasarkan kajian dan analisa ahli bahasa dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten stiker KPU perihal sosialisasi Pilgub ambigu dan bermakna mengarahkan ke salah satu calon. Menurut Ketua Divisi Hukum dan Pelanggaran Panwaslu Provinsi Banten Haer Bustomi. Berdasarkan hasil kajian dan keterangan ahli bahasa, isi dalam alat peraga sosialisasi itu dinilai tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan juga melanggar prinsip-prinsip kebahasaan.Tidak mencantumkan kata calon sebelum kata Gubernur dan Wakil Gubernur menimbulkan makna ambigu bagi masyarakat. Oleh karena itu rekomendasi kami KPU segera menarik stiker dan alat peraga lainnya, jelas Haer Bustomi, Jum’at, (22/7). Haer mengatakan, ahli bahasa yang ditunjuk dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) adalah Dody Firmansyah. Tentunya, sebagai perwakilan dari lembaga keilmuan yang dijamin independensinya. Beliau adalah seorang dosen dan lulusan S 2 dari bidang bahasa. Sifat keilmuan dan netralitasnya bisa dijamin, katanya. Berdasarkan kajian dosen terbaik Untirta ini stiker atau alat peraga lainnya sangat memungkinkan adanya tuduhan KPU tidak netral. Dampak dari hal itu akan meimbulkan ketidaknyamanan anggota KPU Banten dalam menjalankan tugasnya, serta dikhawatirkan dapat mengganggu tahapan dalam Pemilukada Banten 2011, papar Haer.
Senada diutarakan Sabihis anggota Panwaslu Banten laiinnya, pihaknya meminta kepada KPU Banten agar memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku, yakni Undang-undang berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 yang telah ditetapkan. Pasalnya, keputusan pembuatan stiker tersebut merupakan keputusan pribadi tanpa dilakukan rapat pleno terlebih dahulu.
Seharusnya setiap keputusan atau produk hukum hendaknya melalui koordinasi dan melalui mekanisme rapat pleno. Tidak ada yang bisa diputuskan dan dilakukan dengan sendiri-sendiri, karena mereka terbentuk sebagai tim penyelenggara pemilu tegasnya.
Selain itu, Panwaslu juga meminta kepada KPU untuk melakukan klarifikasi atau penjelasan bahwa telah terjadi kesalahan redaksional pada stiker sosialisasi Pilkada Banten 2011, dan memberikan penjelasan bahwa media sosialisasi itu tidak dimaksudkan untuk mengarahkan salah satu kandidat. Penjelasan itu bisa melalui media massa, baik elektronik maupun cetak, atau pada kesempatan-kesempatan tertentu, ungkapnya.Sementara dikonfirmasi, Dody Firmansyah membenarkan alat peraga khususnya stiker sosialisasi Pilgub yang dibuat KPU menyalahi kaedah Bahasa Indonesia dan pronsip kebahasaan. Makna ambigu yang dihasilkan, katanya, bahkan bisa pengarahan kepada salah satu pasangan calon yang tengah jadi Gubernur saat ini. “Ketiadaan kata calon sebelum kata gubernur, baik makna maupun kontekstual, menjadi tidak jelas dan menimbulkan tafsir lain. Diketahui, kata calon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3 Tahun 2007, bermakna orang yang akan menjadi,”tuturnya
Senada diutarakan Sabihis anggota Panwaslu Banten laiinnya, pihaknya meminta kepada KPU Banten agar memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku, yakni Undang-undang berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 yang telah ditetapkan. Pasalnya, keputusan pembuatan stiker tersebut merupakan keputusan pribadi tanpa dilakukan rapat pleno terlebih dahulu.
Seharusnya setiap keputusan atau produk hukum hendaknya melalui koordinasi dan melalui mekanisme rapat pleno. Tidak ada yang bisa diputuskan dan dilakukan dengan sendiri-sendiri, karena mereka terbentuk sebagai tim penyelenggara pemilu tegasnya.
Selain itu, Panwaslu juga meminta kepada KPU untuk melakukan klarifikasi atau penjelasan bahwa telah terjadi kesalahan redaksional pada stiker sosialisasi Pilkada Banten 2011, dan memberikan penjelasan bahwa media sosialisasi itu tidak dimaksudkan untuk mengarahkan salah satu kandidat. Penjelasan itu bisa melalui media massa, baik elektronik maupun cetak, atau pada kesempatan-kesempatan tertentu, ungkapnya.Sementara dikonfirmasi, Dody Firmansyah membenarkan alat peraga khususnya stiker sosialisasi Pilgub yang dibuat KPU menyalahi kaedah Bahasa Indonesia dan pronsip kebahasaan. Makna ambigu yang dihasilkan, katanya, bahkan bisa pengarahan kepada salah satu pasangan calon yang tengah jadi Gubernur saat ini. “Ketiadaan kata calon sebelum kata gubernur, baik makna maupun kontekstual, menjadi tidak jelas dan menimbulkan tafsir lain. Diketahui, kata calon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3 Tahun 2007, bermakna orang yang akan menjadi,”tuturnya