![]() |
| Ilustrasi |
CITANGKIL - Selama tiga bulan terakhir, para nelayan di kawasan Krakatau Daya Listrik (KDL), Kelurahan Tegal Ratu, Citangkil, dipaksa meninggalkan daerah tersebut oleh sejumlah orang yang mengaku utusan dari Krakatau Posco. Namun hingga kini para nelayan bersikeras untuk tetap tinggal lantaran mereka menganggap pengusiran tidak didasari alasan yang jelas.
Nelayan KDL berada di sebuah teluk di sekitar perusahaan pembangkit listrik di kawasan Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) tersebut. Di daerah itu tak kurang dari 138 nelayan menambatkan perahunya, mereka biasa mencari ikan di perairan Ciwandan hingga Anyer. “Kami sudah puluhan tahun mencari ikan di sini, bahkan jauh sebelum PT KS (Krakatau Steel) membuat pabrik di Cilegon. Tapi sekarang kenapa keberadaan kami dipersulit, bahkan sekarang mau diusir,” kata Ramli, salah satu nelayan KDL, Jumat (1/7).
Katanya, sejumlah orang selama tiga bulan terakhir selalu datang dan memaksa mereka pindah. Alasannya, daerah tersebut masuk dalam wilayah pembangunan Krakatau Posco.
Lokasi pembangunan Krakatau Posco dan wilayah nelayan KDL sendiri hanya dipisahkan aliran Sungai Ciwaru. “Dulu saat Krakatau Posco mau dibangun, kami mengikuti sosialisasinya. Mereka mengatakan kawasan kami tak akan masuk pembangunan dan batasnya adalah sungai Ciwaru. Tapi sekarang sungai itu sudah diuruk dan ada yang mau mengusir kami,” kata Ramli.
Tak hanya upaya pengusiran, para nelayan pun menyesalkan ditebangnya seluruh pohon mangrove di lokasi tersebut. Ini menyebabkan biota laut di kawasan teluk KDL menjadi hancur dan ikan-ikan tak lagi terlihat di teluk itu. “Biasanya kami menangkap cumi-cumi untuk umpan mencari ikan di pinggiran teluk. Tapi gara-gara mangrovenya sudah ditebang habis, tak ada satu pun cumi-cumi di pinggir teluk,” ujarnya.
Senada dikatakan Amir, nelayan lainnya. “Padahal jika kita lihat di Jakarta, pihak industri dan nelayan bisa berdampingan dengan tenang. Tapi di sini kok nelayan diintimidasi terus. Ketika akses jalan menuju nelayan dibuat sulit, kami masih bisa menerima. Tapi sekarang kami mau diusir, harus pergi ke mana kami mencari hidup,” kata Amir.
Sementara itu, Lurah Warnasari, Kecamatan Citangkil, Mahfud, mengatakan, kemungkinan nelayan KDL akan dipindahkan dan bergabung dengan nelayan Kubangsari. Namun pihaknya belum mendapat kejelasan terkait batasan wilayah untuk para nelayan Kubangsari. “Jika nelayan KDL dan Kubangsari bergabung, berarti membutuhkan tambahan wilayah untuk mereka menambatkan kapal. Tapi tentang wilayahnya kami belum tahu, maka nasib para nelayan hingga kini belum jelas,” kata Mahfud.
Nelayan KDL berada di sebuah teluk di sekitar perusahaan pembangkit listrik di kawasan Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) tersebut. Di daerah itu tak kurang dari 138 nelayan menambatkan perahunya, mereka biasa mencari ikan di perairan Ciwandan hingga Anyer. “Kami sudah puluhan tahun mencari ikan di sini, bahkan jauh sebelum PT KS (Krakatau Steel) membuat pabrik di Cilegon. Tapi sekarang kenapa keberadaan kami dipersulit, bahkan sekarang mau diusir,” kata Ramli, salah satu nelayan KDL, Jumat (1/7).
Katanya, sejumlah orang selama tiga bulan terakhir selalu datang dan memaksa mereka pindah. Alasannya, daerah tersebut masuk dalam wilayah pembangunan Krakatau Posco.
Lokasi pembangunan Krakatau Posco dan wilayah nelayan KDL sendiri hanya dipisahkan aliran Sungai Ciwaru. “Dulu saat Krakatau Posco mau dibangun, kami mengikuti sosialisasinya. Mereka mengatakan kawasan kami tak akan masuk pembangunan dan batasnya adalah sungai Ciwaru. Tapi sekarang sungai itu sudah diuruk dan ada yang mau mengusir kami,” kata Ramli.
Tak hanya upaya pengusiran, para nelayan pun menyesalkan ditebangnya seluruh pohon mangrove di lokasi tersebut. Ini menyebabkan biota laut di kawasan teluk KDL menjadi hancur dan ikan-ikan tak lagi terlihat di teluk itu. “Biasanya kami menangkap cumi-cumi untuk umpan mencari ikan di pinggiran teluk. Tapi gara-gara mangrovenya sudah ditebang habis, tak ada satu pun cumi-cumi di pinggir teluk,” ujarnya.
Senada dikatakan Amir, nelayan lainnya. “Padahal jika kita lihat di Jakarta, pihak industri dan nelayan bisa berdampingan dengan tenang. Tapi di sini kok nelayan diintimidasi terus. Ketika akses jalan menuju nelayan dibuat sulit, kami masih bisa menerima. Tapi sekarang kami mau diusir, harus pergi ke mana kami mencari hidup,” kata Amir.
Sementara itu, Lurah Warnasari, Kecamatan Citangkil, Mahfud, mengatakan, kemungkinan nelayan KDL akan dipindahkan dan bergabung dengan nelayan Kubangsari. Namun pihaknya belum mendapat kejelasan terkait batasan wilayah untuk para nelayan Kubangsari. “Jika nelayan KDL dan Kubangsari bergabung, berarti membutuhkan tambahan wilayah untuk mereka menambatkan kapal. Tapi tentang wilayahnya kami belum tahu, maka nasib para nelayan hingga kini belum jelas,” kata Mahfud.
Pada bagian lain, Direktur SDM dan Umum Krakatau Posco Alugoro Mulyowahyudi saat dikonfirmasi melalui telepon genggamnya tampak enggan memberikan komentar. “Saya tak tahu tentang rencana pemindahan nelayan, nanti saja ya,” kata Alugoro seraya menutup telepon genggamnya. (tim_one)
