Mafia Pemilu Masih Bergentayangan -->

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

Mafia Pemilu Masih Bergentayangan

Friday, July 15, 2011

Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia masih mengalami intervensi-intervensi dari para mafia yang bergentayangan. Mafia-mafia Pemilu tersebut berada di sekitar peserta, penyelenggara, maupun penegakkan hukum Pemilu.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi III Fraks Gerindra, Martin Hutabarat kepada SP, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/7).
“Mafia Pemilu bisa mengatur keputusan lembaga Pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), padahal KPU harus independen,” kata Martin.
Martin menuturkan, anggota KPU tidak berasal dari Partai Politik (Parpol), seharusnya dapat bekerja lebih independen. KPU hanya tampak independen dari pengamatan. Sedangkan fakta yang terjadi mafia Pemilu dapat mengatur demi kepentingan.
Beruntung Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) membongkar praktik mafia Pemilu. “Kalau tidak, kasus mafia Pemilu akan selalu tertutupi,” tutur Martin.
Martin mengusulkan, Indonesia harus membentuk suatu lembaga hukum khusus yang dapat menangani kasus-kasus Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Untuk lembaga Pemilu bisa diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi sedangkan Pilkada ditangani ke lembaga hukum khusus.
Hal itu untuk membuat tugas dan kinerja MK dapat lebih terorganisir. Setiap tahun gugatan Pilkada dapat mencapai seratus gugatan. Proses penyelesaian perkara di MK terkait Pemilu juga harus memiliki jeda waktu. Satu bulan untuk menangani gugatan kabupaten, bulan depan menangani Provinsi, dan bulan berikut Nasional.
“Ini akan menjaga nama baik MK agar tidak tercemar, selain KPU, MK dianggap memiliki celah terjadinya kecurangan” kata Martin.
Sedangkan terkait Parlementary Treshold (PT), Martin mengungkapkan, PT dapat menjamin anggota DPR dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik. Masyarakat hanya berharap wakil mereka di DPR menghasilkan keputusan yang berkualitas dan berintegritas.
Negara juga diharapkan dapat membuat sebuah regulasi untuk perekrutan anggota DPR. Regulasi tersebut semacam proses seleksi yang dapat dilihat dalam kemiliteran, dan jenjang pegawai negeri sipil. Regulasi tersebut sebaiknya dibicarakan dengan seluruh Parpol.
“Jangan hanya berbicara tentang PT saja, Gerindra tidak bermasalah berapapun PT yang akan dihasilkan, namun anggota DPR yang berkualitas itu lebih penting. Contoh kecil, pembangunan gedung DPR yang baru justru dikrtisi Parpol kecil, yang besar tidak jelas,” ungkap Martin.