JAKARTA - Rapat koordinasi tim pengawas (timwas) kasus bailout Bank Century kembali digelar pada Rabu (13/7). Kali ini rapat digelar di Kejaksaan Agung (Kejagung). Kepada timwas, KPK mengaku menemukan pelanggaran dalam proses pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, dalam rapat koordinasi KPK mengaku menemukan pelanggaran tersebut. Bank Century, kata Priyo, meminta agar diberikan repo (gadai) aset untuk menutupi kecukupan modal. Namun oleh Bank Indonesia, bank tersebut malah diberikan FPJP berupa bailout sebesar Rp 6,7 triliun. “Baru itu yang ditemukan,” kata Priyo.
Priyo menuding KPK berdalih meski ditemukan kejanggalan, lembaga antikorupsi itu hanya mampu bertindak sebatas pada penyelenggara negara. Jika bukan penyelenggara negara, yang berwenang menindak perbuatan melawan hukum adalah Kejaksaan dan Kepolisian.
Karena itu, timwas sepakat menggelar rapat lanjutan pada Rabu pekan depan di DPR. Rapat akan berlangsung terbuka sehingga bisa diketahui oleh publik.
“Tadi tertutup karena ada beberapa hal yang tak bisa diketahui publik,” katanya.
Ketua KPK Busyro Muqoddas mengakui adanya temuan itu. Namun dia menilai kesalahan prosedur itu tidak cukup untuk meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. “Belum bisa disimpulkan bahwa telah terjadi korupsi. Kami masih harus memeriksa saksi-saksi, baik yang lama atau yang baru,” katanya.
Busyro menegaskan bahwa KPK tak bisa terus-terusan didesak oleh DPR untuk mengusut kasus Century. Lagi pula, menurut dia, temuan DPR bersifat politis. Karena itu keputusan politis, pihaknya belum bisa membawa ke ranah hukum. “KPK ini lembaga hukum. Janganlah beban-beban politis diserahkan kepada kami. Kami hanya mencari bukti yuridis. Kalau ada, besok pun sudah ada tersangka,” katanya.
Untuk menaikkan kasus dari penyelidikan ke penyidikan, kata Busyro, perlu dua alat bukti. Satu saksi saja tanpa bukti tidak akan cukup. “KPK perlu dua alat bukti yang saling mendukung, jika ada seribu saksi tanpa adanya alat bukti pendukung lainnya, tidak bisa menentukan tersangka,” katanya.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, dalam rapat koordinasi KPK mengaku menemukan pelanggaran tersebut. Bank Century, kata Priyo, meminta agar diberikan repo (gadai) aset untuk menutupi kecukupan modal. Namun oleh Bank Indonesia, bank tersebut malah diberikan FPJP berupa bailout sebesar Rp 6,7 triliun. “Baru itu yang ditemukan,” kata Priyo.
Priyo menuding KPK berdalih meski ditemukan kejanggalan, lembaga antikorupsi itu hanya mampu bertindak sebatas pada penyelenggara negara. Jika bukan penyelenggara negara, yang berwenang menindak perbuatan melawan hukum adalah Kejaksaan dan Kepolisian.
Karena itu, timwas sepakat menggelar rapat lanjutan pada Rabu pekan depan di DPR. Rapat akan berlangsung terbuka sehingga bisa diketahui oleh publik.
“Tadi tertutup karena ada beberapa hal yang tak bisa diketahui publik,” katanya.
Ketua KPK Busyro Muqoddas mengakui adanya temuan itu. Namun dia menilai kesalahan prosedur itu tidak cukup untuk meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. “Belum bisa disimpulkan bahwa telah terjadi korupsi. Kami masih harus memeriksa saksi-saksi, baik yang lama atau yang baru,” katanya.
Busyro menegaskan bahwa KPK tak bisa terus-terusan didesak oleh DPR untuk mengusut kasus Century. Lagi pula, menurut dia, temuan DPR bersifat politis. Karena itu keputusan politis, pihaknya belum bisa membawa ke ranah hukum. “KPK ini lembaga hukum. Janganlah beban-beban politis diserahkan kepada kami. Kami hanya mencari bukti yuridis. Kalau ada, besok pun sudah ada tersangka,” katanya.
Untuk menaikkan kasus dari penyelidikan ke penyidikan, kata Busyro, perlu dua alat bukti. Satu saksi saja tanpa bukti tidak akan cukup. “KPK perlu dua alat bukti yang saling mendukung, jika ada seribu saksi tanpa adanya alat bukti pendukung lainnya, tidak bisa menentukan tersangka,” katanya.