![]() |
Ilustrasi |
Tangsel (KB) Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, Banten, membantah adanya kekerasan dalam Masa Orientasi Pelajar terkait kasus meninggalnya Amanda Putri Lubis, calon siswa SMA Negeri 9 Ciputat.
“Semua kegiatan MOP di Tangsel, dipastikan tidak ada kekerasan fisik kepada siswanya,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, Mathoda dihubungi Kamis.
Pernyataan Mathoda terkait meninggalnya Amanda Putri Lubis, calon siswa SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan, pada hari Rabu (13/7) yang diduga akibat keletihan setelah mengikuti MOP selama dua hari.
Mathoda menuturkan, berdasarkan hasil penelusuran, ternyata penyebab meninggalnya Amanda karena sakit yang dideritanya, bukan faktor kekerasan selama mengikuti MOP.
Ia menegaskan, dinas pendidikan juga sebelumnya sudah melakukan bimbingan teknis kepada seluruh guru dalam memberikan MOP kepada siswa, termasuk melarang adanya kekerasan.
“Bila memang ada sekolah yang melakukan kekerasan, maka laporkan saja kepada kami. Akan ditindak dengan tegas,” katanya.
Menurut Mathodah, MOS yang diperbolehkan saat ini seperti kegiatan pemaparan program kurikulum, pemaparan program ekstrakurikuler, dan pemaparan hak dan kewajiban siswa di tiap sekolah.
“Jadi tidak ada kegiatan MOS yang aneh-aneh, yang bikin susah orang tua murid. Misalnya seorang siswa disuruh membawa mie instan bermerek nama sekolah, ya tinggal dibungkus dan ditulis saja nama sekolah itu,” katanya.
Sebelumnya, orang tua Amanda, Elvian mengungkapkan bila anaknya meninggal sekitar pukul 4 pagi saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Eka Hospital Serpong.
Dalam riwayat hidupnya, Elvian menuturkan, bila anaknya tersebut tidak memiliki rekam jejak sakit apapun termasuk sakit jantung.
“Semua kegiatan MOP di Tangsel, dipastikan tidak ada kekerasan fisik kepada siswanya,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, Mathoda dihubungi Kamis.
Pernyataan Mathoda terkait meninggalnya Amanda Putri Lubis, calon siswa SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan, pada hari Rabu (13/7) yang diduga akibat keletihan setelah mengikuti MOP selama dua hari.
Mathoda menuturkan, berdasarkan hasil penelusuran, ternyata penyebab meninggalnya Amanda karena sakit yang dideritanya, bukan faktor kekerasan selama mengikuti MOP.
Ia menegaskan, dinas pendidikan juga sebelumnya sudah melakukan bimbingan teknis kepada seluruh guru dalam memberikan MOP kepada siswa, termasuk melarang adanya kekerasan.
“Bila memang ada sekolah yang melakukan kekerasan, maka laporkan saja kepada kami. Akan ditindak dengan tegas,” katanya.
Menurut Mathodah, MOS yang diperbolehkan saat ini seperti kegiatan pemaparan program kurikulum, pemaparan program ekstrakurikuler, dan pemaparan hak dan kewajiban siswa di tiap sekolah.
“Jadi tidak ada kegiatan MOS yang aneh-aneh, yang bikin susah orang tua murid. Misalnya seorang siswa disuruh membawa mie instan bermerek nama sekolah, ya tinggal dibungkus dan ditulis saja nama sekolah itu,” katanya.
Sebelumnya, orang tua Amanda, Elvian mengungkapkan bila anaknya meninggal sekitar pukul 4 pagi saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Eka Hospital Serpong.
Dalam riwayat hidupnya, Elvian menuturkan, bila anaknya tersebut tidak memiliki rekam jejak sakit apapun termasuk sakit jantung.