PAUD MEMANG DI PERLUKAN -->

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

PAUD MEMANG DI PERLUKAN

Wednesday, May 18, 2011

Sejak beberapa tahun terakhir ini, banyak orang tua berlomba-lomba menyekolahkan anaknya sejak usia dini. Tidak hanya mulai usia 5 tahun, bahkan sejak usia 2-3 tahun. Banyak alasan dari orang tua termasuk sekalian menitipkan anaknya.

Anak-anak merupakan generasi penerus yang menentukan masa depan suatu bangsa. Agar anak-anak hidupnya berkualitas, dibutuhkan beberapa faktor yang salah satu di antaranya adalah pendidikan. Di Indonesia, dulu pendidikan untuk anak baru diperkenalkan pada usia 6-7 tahun, yakni di bangku sekolah dasar (SD). Tapi beberapa dekade terakhir, lahir pendidikan untuk anak pra SD yang disebut dengan istilah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak periode golden age (0-6 tahun) dimana perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosional, bahasa dan sosial berlangsung dengan sangat cepat. Periode emas ini merupakan masa-masa yang teramat penting dan tidak dapat datang untuk yang kedua kalinya dalam pembentukan otak, fisik dan jiwa seorang anak.

PAUD menitikberatkan pendidikan ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik yang mencakup koordinasi motorik halus dan motorik kasar, kecerdasan yang meliputi daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual, sikap, perilaku, agama, bahasa, dan komunikasi. Semua itu sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Konsep dasar proses pembelajaran pada anak usia dini adalah pembelajaran melalui pendekatan bermain. Anak usia dini tidak boleh dipaksa untuk belajar membaca dan berhitung, tapi lebih dikonsentrasikan pada pengembangan minat dan bakat. Jika hal tersebut dilanggar maka tujuan penyelenggaraan PAUD tidak akan tercapai. Karena untuk anak usia dini, hasil tidaklah menjadi tujuan belajar. Kategorisasi hasil kerja anak, misalnya bagus atau jelek sebaiknya dihindarkan demi merangsang kreativitas anak. Tekanan pengajaran adalah pada kepuasan anak yang tentu berbeda derajatnya pada setiap anak.

Di negeri ini, PAUD pertama-tama diperkenalkan kepada anak usia 5-6 yang dikenal dengan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK). Namun, sejak beberapa tahun terakhir ini, pendidikan anak untuk usia lebih dini lagi (di bawah 5 tahun) mulai diperkenalkan.

Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat, lembaga penyedia PAUD ini pun belakangan kian menjamur. Jenisnya pun beragam, ada yang berupa sekolah, kelompok/taman bermain (play group) hingga penitipan anak (day care). Semuanya tergantung usia si anak dan kebutuhan orang tua, termasuk yang diperuntukkan bagi bayi usia 0-2 tahun (baby school).

Untuk baby school, biasanya sekolah bayi ini hanya diselenggarakan satu kali dalam seminggu, dengan durasi 1 hingga 2 jam. Untuk PAUD jenis ini, si bayi diberikan stimulasi pada kelima inderanya. Secara visual, bayi perlu melihat objek yang berwarna-warni, banyak gambar-gambar dan bermotif. Gambarnya juga berupa gambar-gambar tentang kehidupan sehari-hari, mulai dari binatang, tumbuh-tumbuhan, orang, ibu bapak dan anak, juga rumah. Ruangan pun tidak boleh sepi, harus ada suara-suara untuk merangsang pendengarannya. Bukan hanya lagu, juga suara lain yang bisa membantu anak belajar mengidentifikasi. Misalnya suara air, suara derit pintu, suara binatang dan lain sebagainya.

Dari segi penciuman, bayi juga dilatih untuk mencium aneka aroma. Misalnya wangi masakan, parfum ibu guru, bau tanah yang tersiram hujan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk perabaan juga perlu dirangsang dengan mengajarkan anak untuk mengenali berbagai tekstur. Dari benda-benda yang halus hingga kasar. Misalnya, sambil menutup mata, anak mencoba menebak benda-benda dalam kantong.

Selama “bersekolah”, bayi pun tidak sendiri, tetapi didampingi oleh ibunya. Tujuannya agar sang ibu juga bisa belajar bagaimana cara menstimulasi anak di rumah. Dengan bersekolah, bayi diharapkan bisa mengembangkan kemampuan berbahasa, kemampuan sosial, kemampuan emosi, dan terutama perkembangan fisiknya.

Bagi keluarga yang hendak menyekolahkan anaknya di sekolah bayi, karena tahapan tumbuh kembang bayi tidak sama, maka sebelum menyekolahkan bayinya sebaiknya orangtua berdiskusi dulu dengan pihak penyelenggara pendidikan. Tujuannya, untuk mengetahui sejauh mana pertumbuhan dan perkembangan si bayi. Dari situ, sekolah dapat melihat kebutuhan perkembangan tiap bayi dan memberikan program yang sesuai.

Sementara untuk kelompok usia 3-5 tahun (preschool), program-programnya dirancang untuk mengasah kemampuan motorik kasar, memperkenalkan rutinitas sehari-hari dan mendorong anak untuk bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Kemampuan bersosialisasi menentukan kehidupan anak di masa mendatang, karena ia tidak merasa malu dan minder saat bertemu dengan orang-orang baru. Hal itu pula yang memotivasi sebagian besar kaum ibu untuk menyekolahkan anak-anaknya sejak dini.

Seperti pengakuan artis ternama, Tamara Bleszynski yang sudah menyekolahkan anak sulungnya sejak usia 3 tahun di taman bermain High Scope, Pondok Indah. “Saya tidak memaksakan anak saya untuk dapat membaca atau menulis. Saya ingin dia memiliki kemampuan sosialisasi. Saya perlu dia tidak menjadi raja kecil di rumah, tapi agar dia juga menyadari adanya raja-raja yang lain di sekolah,” kata ibu dua anak ini.

Selain itu, tak sedikit pula sekolah untuk anak usia dini yang mulai membiasakan penggunaan Bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari. Tentunya untuk mendapatkan segala manfaat itu, uang yang harus dikeluarkan para orang tua tidak sedikit. Seperti dikatakan artis lainnya, Diah Permatasari, “Saya menomorsatukan kualitas pendidikan. Jadi semahal apa pun saya kejar. Saya tidak ingin anak saya terbelakang,” kata ibu dari bocah laki-laki bernama Marcello itu.

Namun, tentu saja semua hal tersebut diberikan dalam bentuk permainan sehingga tidak membebani anak. Untuk jam belajar preschool, biasanya berkisar 2 hingga 3 jam, pilihan hari belajarnya pun bervariasi, antara 3-5 hari dalam seminggu. Biaya yang dikenakan perbulannya berkisar ratusan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung jumlah hari belajar.

Di samping untuk taman pendidikan, ada juga PAUD yang merangkap penitipan anak (day care). Hal itu menjadi solusi bagi para ibu pekerja yang kurang memiliki waktu luang untuk mendidik anaknya. Dengan memasukkan anaknya di taman pendidikan ini, si ibu pun merasa aman meninggalkan anaknya. Apalagi jika bisa membantunya memantau dan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan si anak. Biasanya, PAUD jenis ini banyak dijumpai di gedung perkantoran atau pusat-pusat bisnis. Anak yang dititipkan di day care biasanya berkisar antara usia 6 bulan-6 tahun. Selama dititipkan, si anak diberikan perawatan. Sementara pendidikan, tentunya disesuaikan dengan usianya.

Belakangan, PAUD juga banyak dijumpai di pusat perbelanjaan atau mall. Di Jakarta, PAUD jenis ini di antaranya ada di Mall Taman Anggrek dan Mall Ciputra. Kecelakaan yang sering terjadi karena orang tua yang lalai mengawasi anaknya saat belanja di mall, menjadikan PAUD jenis ini dirasa amat bermanfaat. Karena dengan menitipkan anaknya di PAUD ini, orang tua yang terpaksa mengajak anaknya berbelanja biasanya akan lebih nyaman belanja. Ketika orang tua sibuk belanja, si anak pun dapat bermain sambil belajar. Biaya yang dipatok untuk jasa PAUD sekaligus penitipan ini berkisar puluhan ribu rupiah per jamnya.

Bagi para ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan berpenghasilan pas-pasan namun tetap ingin memberikan pendidikan kepada anaknya sejak dini, saat ini juga banyak menjamur PAUD dengan biaya yang terjangkau atau bahkan gratis. PAUD jenis ini memang sengaja diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di daerah terpencil atau pinggiran kota. Biasanya PAUD jenis ini dibangun di tengah rumah warga atau mendirikan bangunan sederhana.

Keberadaan PAUD yang terdapat di daerah terpencil memang sangat berbeda dengan yang ada di pusat kota. Selain minimnya sarana dan prasarana, persoalan lain yang timbul adalah rendahnya kualitas tenaga pengajar. Tenaga pengajar PAUD di daerah terpencil kebanyakan hanya tamatan SMA yang kadang dari kalangan ibu rumah tangga yang aktif di kader PKK sendiri. Mungkin karena sifatnya yang sukarela, jadi bisa dimaklumi jika profesi mulia ini tidak banyak dilirik guru yang terdidik, kecuali mereka yang memang memiliki jiwa sosial yang cukup tinggi. Kalau pun ada insentif, jumlahnya biasanya sangat kecil, tidak sampai satu juta rupiah per tahunnya, itu pun masih amat terbatas dan tidak merata kepada seluruh tenaga pengajar.

Sayangnya, saat ini masih ada sebagian orang yang berpendapat bahwa untuk mendidik anak usia dini cukup dilakukan oleh orang dewasa yang tidak memerlukan pengetahuan tentang PAUD. Selain itu, mereka juga menganggap PAUD tidak memerlukan tenaga profesional. Padahal, tenaga pengajar PAUD tetap perlu belajar dan menambah pengetahuan tentang proses pembelajaran anak, bagaimana cara memahami tentang anak, teknik mengajar yang tepat, teknik bermain, hingga bagaimana cara mengatasi jika ada persoalan yang muncul. Dengan begitu, potensi anak usia dini akan lebih optimal karena mendapatkan rangsangan yang tepat.

Di luar semua manfaat positif tersebut, ada baiknya bagi para orang tua untuk tetap memperhatikan stamina si anak. Karena jika anak terlampau lelah akan berpengaruh pada menurunnya daya tahan tubuh sehingga si anak menjadi rentan terhadap penyakit.

Yang tak kalah penting, perlu diingat bahwa di lembaga pendidikan informal, orang tua tetap merupakan guru utama dan terbaik bagi anak. Jadi, tren menjamurnya PAUD jangan sampai menggantikan peran orang tua secara keseluruhan.

Di samping itu, ada hal-hal lain yang lebih penting yang harus tetap diperhatikan orangtua ketika memilih lembaga penyedia PAUD, yakni dengan mencocokkan antara tujuan orangtua menyekolahkan anak dan fasilitas yang disediakan lembaga bersangkutan.

Seberapa mendesaknya anak disekolahkan dan pada usia berapa, juga sangat tergantung orangtua. Jika orangtua merasa tidak bisa memberikan rangsangan pada perkembangan anaknya, dia bisa memasukkan anaknya ke taman bermain. Namun, jika mampu memberikan sendiri stimulus itu, maka memasukkan anak ke taman bermain tidak terlalu mendesak. Karena, anak yang diasuh sendiri oleh orangtuanya bisa berkembang sama baiknya dengan anak yang dimasukkan ke taman bermain. Dan, kalaupun mempercayakan pendidikan anak pada pihak sekolah, orang tua tetap harus berinteraksi dengan guru agar penggalian potensi kecerdasan anak menjadi optimal.

Di tengah banyaknya tawaran dan iklan taman bermain, orangtua juga perlu hati-hati memilih. Jangan hanya melihat bentuk fisik bangunan dan fasilitas, tetapi yang lebih penting bagaimana para “guru” di taman bermain “mengajar” anak-anak balita itu. Lembaga penyedia PAUD yang baik adalah yang memberikan program sesuai kebutuhan anak. Tenaga pengajar tidak boleh terlalu menuntut anak-anak. Yang penting dia bisa dekat dengan anak sehingga anak merasa aman. mul