Jembatan Selat Sunda (JSS) dimulai pada pertengahan 2013 -->

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

Jembatan Selat Sunda (JSS) dimulai pada pertengahan 2013

Thursday, May 19, 2011

BANDAR LAMPUNG – Rencana pembangunan darat jembatan selat sunda (JSS) dimulai pada pertengahan 2013. Pekerjaan dimulai dengan penyelesaian lahan di areal tiang pancang darat di daerah Banten dan Lampung yang dilanjutkan dengan pemasangan tiang pancang jembatan.

Kepala Bidang Ekonomi Pembangunan (Ekbang) Bappeda Lampung Hazai Fauzi mengatakan, dalam jangka waktu sepuluh tahun (2014-2024), dilakukan desain dan pembangunan sisi laut.

Konstruksi darat tersebut akan dimulai setelah menyelesaikan studi kelayakan usaha (ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan) dan desain dasar (segi konstruksi). “Studi kelayakan usaha dan desain dasar bisa dilakukan setelah terbitnya peraturan presiden (perpres),” kata Hazai, dalam Dialog Nasional “JSS for Nations” di Auditorium Perpustakaan Unila, Senin (16/5).

Menurut Hazai, jika perpres-nya sesuai dengan draf yang direncanakan dan juga melibatkan BUMD Lampung dan Banten beserta mitra kerja, maka pembangunan JSS segera dilakukan. “Semakin cepat perpres, semakin cepat pula kita melaksanakan pembangunan JSS. Setahu saya, perpres JSS tinggal menunggu tanda tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” katanya.

Hazai menjelaskan, pembangunan JSS bukan sekedar membangun infrastruktur, seperti jalan tol. Tetapi juga membangun kawasan industri, pariwisata, logistik hingga pengembangan teknologi. “Diharapkan JSS menjadi kawasan strategis nasional dengan jalan bebas hambatan sebagai penghubung Jawa dan Sumatera,” ungkapnya.

Sementara, Kasubdit Bina Pelaksana Wilayah I Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Ahmad Sofyan Lubis mengatakan, pembangunan JSS merupakan pembangunan multi infrastruktur dan multisektoral. “Pembangunan JSS bukan hanya pembangunan jembatan untuk jalan raya dan kereta api. Namun juga pembangunan untuk utilitas seperti air, listrik, minyak/gas, telekomunikasi, di samping pengembangan kawasan sekitar jembatan,” kata Sofyan.

Dia juga menjelaskan, lima alternatif rute pembangunan JSS. Kelima versi rute itu merujuk kajian JICA (1986), Wangsadinata (1997), Firmansjah (2003), Balitbang PU (2008) dan Bina Marga (2008). “Kelima rute telah mempertimbangkan sejumlah aspek seperti tata guna lahan di Anyer dan Lampung, struktur di Sangiang (area konservasi), sesar, jumlah jembatan, panjang jembatan di laut, panjang jembatan di darat, panjang total dan jarak dari jalan tol Jakarta-Merak,” jelasnya.

Catatan kajian Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian PU tahun 2008, ada alternatif rute yang bisa dipilih dengan memperhatikan aspek tata guna lahan di Anyer dan Lampung. Kawasan itu belum berkembang, lingkungan mangrove dan strukturnya tidak melewati area konservasi di pulau Sangiang.

Dengan rute itu, jarak dari jalan tol Jakarta-Merak sejauh 3 km, panjang jembatan di laut 27.04 km, panjang jembatan di darat 1.02 km. Sehingga, panjang total jembatan 28.07 km. “Namun, alternatif rute ini masih terkendala panjang bentang jembatan,” kata Sofyan.

Jembatan yang menghubungkan Sumatera dan Jawa tersebut, terdiri dari dua jalur dengan panjang sekitar 28 km, akan menjadi jembatan antar pulau terpanjang di Indonesia dan terpanjang kedua di dunia.

Struktur jembatan memiliki lebar 50-65 meter, dapat mengakomodasi kendaraan laju lambat dan kereta api. Selain itu, untuk mengakomodasi alur laut kepulauan Indonesia, tinggi bebas vertikal jembatan didesain setinggi 75 meter. Tipe struktur merupakan kombinasi dari pre-stressed balance cantilever concrete box girder untuk jembatan pendekat dan dua jembatan suspensi steel deck.(tIM_ONE)