Serang - Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Banten tahun 2010 menilai target pembangunan tahun 2010 tidak tercapai. Dari 10 parameter, hanya empat yang dinyatakan mencapai target, sementara enam parameter lainnya tidak tercapai.
Demikian dikatakan Ketua Pansus LKPJ Gubernur Banten Budi Prajogo dalam siaran persnya Kamis, (5/5/2011). “Terdapat empat parameter yang sudah mencapai target, sementara enam parameter masih dibawah capaian 100 persen,” ungkapnya.
Empat parameter itu adalah Pengangguran per jumlah angkatan kerja, Lajau Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Indeks Pembangunan Daerah (IPD) dan Prosentase Rumah Tangga Miskin (RTM).
Sedangkan enam parameter yang tidak tercapai itu adalah Indeks Pembangunan Gender, Indeks Pemberdayaan Gender, Indeks Pembangunan Manusia, Pengangguran per jumlah penduduk, Jumlah Penduduk Sangat Miskin dan Jumlah Pengangguran Terbuka.
Menurutnya, capaian tertinggi pada jumlah pengangguran per jumlah angkatan kerja dengan nilai 108 persen, sedangkan angka terendah terdapat pada jumlah pengangguran terbuka dengan nilai 88,25 persen.
“Itu artinya pemerintah sudah optimal dalam menangani jumlah pengangguran untuk tingkat angkatan kerja, tetapi lapangan kerja yang tersedia untuk menyerap tenaga kerja yang ada belum optimal,” katanya.
Angka penganguran terbuka (APT) yang mencapai 726.377 orang menurut Ketua Komisi II ini menunjukan pemerintah tidak berhasil menekan laju kenaikan jumlah pengangguran. Pemerintah menurutnya berdalih hal ini disebabkan tingginya ekspektasi masyarakat terhadap Provinsi Banten sebagai kawasan ekonomi potensial tinggi sehingga memicu tingkat urbanisasi yang tinggi pula.
“Alasan tersebut menurut kami harus dibuktikan dengan rujukan data penelitian yang jelas, sehingga tingginya angka pengangguran dapat di tanggulangi dengan program yang berpihak kepada masyarakat di tahun mendatang,” tegasnya.
Kinerja perekonomian selama tahun 2010 menurutnya mengalami peningkatan. Hal itu dapat tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi (LPE) 5,94% melebihi target pertumbuhan sebesar 5,59%.
Peningkatan LPE lebih karena sumbangan sektor unggulan kelompok sekunder yaitu diantaranya industry pengolahan yang memberikan kontribusi 48,75 % terhadap PDB.
Sementara pada sektor primer memberikan kontribusi terendah, padahal sektor primer merupakan sektor yang menjadi indikator utama tercapainya misi ke tiga dalam pembangunan Provinsi Banten yang digariskan dalam RPJMD dalam mengembangkan masyarakat agrobisnis.
“Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sektor primer tidak mengalami pertumbuhan yang menggembirakan,” ujarnya.
Meski mengalami peningkatan, namun menurutnya pertumbuhan ekonomi yang baik juga memunculkan kesenjangan yang besar antar daerah. Sehingga diperlukan pemerataan pembangunan disemua daerah.
“Kesenjangan pertumbuhan ekonomi yang jomplang akan memunculkan gap yang sangat berbahaya. Hal tersebut juga tidak serta merta menjadikan kesejahteraan masyarakat. Sebab pertumbuhan hanya dirasakan sebagian masyarakat yang sangat tinggi sementara sebagian yang lain tidak mengalami peningkatan, terutama di Banten Barat,” katanya.
Untuk indikator prosentase Rumah Tangga Miskin (RTM) pemerintah Provinsi Banten telah mampu memenuhi target pengurangan menjadi 26,43%. Namun untuk jumlah penduduk sangat miskin belum berhasil memenuhi apa yang di targetkan yaitu sebesar 717.141 jiwa sesuai amanat RPJMD.
Untuk Indek Pembangunan Manusia (IPM) Pemerintah Banten belum berhasil memenuhi target sebesar 71,78 persen. IPM menjadi kerjaan rumah yang serius bagi jalannya roda pemerintahaan ditahun ini, mengingat selama tiga tahun berturut-turut 2007 2009 Banten berada diperingkat 10 terbawah dalam kualitas manusia di Republik ini.
“Sesuatu yang ironi jika melihat posisi geografis Banten yang berdekatan dengan ibu kota pemerintahan dan banyak institusi pendidikan,” keluhnya.(*)
Demikian dikatakan Ketua Pansus LKPJ Gubernur Banten Budi Prajogo dalam siaran persnya Kamis, (5/5/2011). “Terdapat empat parameter yang sudah mencapai target, sementara enam parameter masih dibawah capaian 100 persen,” ungkapnya.
Empat parameter itu adalah Pengangguran per jumlah angkatan kerja, Lajau Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Indeks Pembangunan Daerah (IPD) dan Prosentase Rumah Tangga Miskin (RTM).
Sedangkan enam parameter yang tidak tercapai itu adalah Indeks Pembangunan Gender, Indeks Pemberdayaan Gender, Indeks Pembangunan Manusia, Pengangguran per jumlah penduduk, Jumlah Penduduk Sangat Miskin dan Jumlah Pengangguran Terbuka.
Menurutnya, capaian tertinggi pada jumlah pengangguran per jumlah angkatan kerja dengan nilai 108 persen, sedangkan angka terendah terdapat pada jumlah pengangguran terbuka dengan nilai 88,25 persen.
“Itu artinya pemerintah sudah optimal dalam menangani jumlah pengangguran untuk tingkat angkatan kerja, tetapi lapangan kerja yang tersedia untuk menyerap tenaga kerja yang ada belum optimal,” katanya.
Angka penganguran terbuka (APT) yang mencapai 726.377 orang menurut Ketua Komisi II ini menunjukan pemerintah tidak berhasil menekan laju kenaikan jumlah pengangguran. Pemerintah menurutnya berdalih hal ini disebabkan tingginya ekspektasi masyarakat terhadap Provinsi Banten sebagai kawasan ekonomi potensial tinggi sehingga memicu tingkat urbanisasi yang tinggi pula.
“Alasan tersebut menurut kami harus dibuktikan dengan rujukan data penelitian yang jelas, sehingga tingginya angka pengangguran dapat di tanggulangi dengan program yang berpihak kepada masyarakat di tahun mendatang,” tegasnya.
Kinerja perekonomian selama tahun 2010 menurutnya mengalami peningkatan. Hal itu dapat tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi (LPE) 5,94% melebihi target pertumbuhan sebesar 5,59%.
Peningkatan LPE lebih karena sumbangan sektor unggulan kelompok sekunder yaitu diantaranya industry pengolahan yang memberikan kontribusi 48,75 % terhadap PDB.
Sementara pada sektor primer memberikan kontribusi terendah, padahal sektor primer merupakan sektor yang menjadi indikator utama tercapainya misi ke tiga dalam pembangunan Provinsi Banten yang digariskan dalam RPJMD dalam mengembangkan masyarakat agrobisnis.
“Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sektor primer tidak mengalami pertumbuhan yang menggembirakan,” ujarnya.
Meski mengalami peningkatan, namun menurutnya pertumbuhan ekonomi yang baik juga memunculkan kesenjangan yang besar antar daerah. Sehingga diperlukan pemerataan pembangunan disemua daerah.
“Kesenjangan pertumbuhan ekonomi yang jomplang akan memunculkan gap yang sangat berbahaya. Hal tersebut juga tidak serta merta menjadikan kesejahteraan masyarakat. Sebab pertumbuhan hanya dirasakan sebagian masyarakat yang sangat tinggi sementara sebagian yang lain tidak mengalami peningkatan, terutama di Banten Barat,” katanya.
Untuk indikator prosentase Rumah Tangga Miskin (RTM) pemerintah Provinsi Banten telah mampu memenuhi target pengurangan menjadi 26,43%. Namun untuk jumlah penduduk sangat miskin belum berhasil memenuhi apa yang di targetkan yaitu sebesar 717.141 jiwa sesuai amanat RPJMD.
Untuk Indek Pembangunan Manusia (IPM) Pemerintah Banten belum berhasil memenuhi target sebesar 71,78 persen. IPM menjadi kerjaan rumah yang serius bagi jalannya roda pemerintahaan ditahun ini, mengingat selama tiga tahun berturut-turut 2007 2009 Banten berada diperingkat 10 terbawah dalam kualitas manusia di Republik ini.
“Sesuatu yang ironi jika melihat posisi geografis Banten yang berdekatan dengan ibu kota pemerintahan dan banyak institusi pendidikan,” keluhnya.(*)